Jumat, 23 Maret 2018

Pemerintah Tak Khawatirkan Membengkaknya Utang BUMN


Lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) menyoroti memburuknya neraca keuangan perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) infrastruktur. Sorotan tersebut dilakukan karena utang dari perusahaan BUMN itu membengkak lantaran pemerintah jor-joran membangun infrastruktur. (Baca: S&P Soroti Naiknya Rasio Utang BUMN) Mengutip Kontan.co.id, Jumat (23/3/2018), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan tak mempermasalahkan hal ini. Menurut Darmin, melemahnya neraca keuangan tersebut merupakan indikator produktivitas BUMN tersebut karena banyaknya proyek yang dikerjakan. "Tentu dalam prosesnya ada saja BUMN yang kesulitan, (cash) mismatch, dan macam-macam, tetapi itu bukan problem karena tidak ada kerjaan maka tidak ada duit. Kalau muncul persoalan seperti itu, namanya problem of growth," ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (23/3/2018). Darmin menyatakan, alih-alih khawatir dengan utang BUMN, yang seharusnya dikhawatirkan adalah jika BUMN konstruksi itu tidak memiliki pekerjaan. "Itu problem yang muncul karena banyak kerjaan, yang dikhawatirkan adalah kalau problem muncul karena tidak ada pekerjaan," kata Darmin. Sebelumnya, analis S&P Xavier Jean mencatat, utang dari empat perusahaan konstruksi besar milik negara melonjak 57 persen menjadi Rp 156,2 triliun (setara 11,3 miliar dollar AS) tahun lalu. Ini menjadi alarm pinjaman yang berlebihan untuk mendanai infrastruktur. Rasio utang pada pada 20 BUMN konstruksi telah meningkat 5 kali terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA). Angka ini melonjak dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya 1 kali terhadap EBITDA. "Ini adalah tren yang kami lihat secara serius, karena kami pikir itu akan bertahan, dan akan difokuskan pada 2018 dan menjelang pemilihan 2019," kata Xavier saat memaparkan presentasinya dalam web broadcast Asia-Pacific Sector Insights: A Look Into The Corporate & Infrastructure Sector For Indonesia, Kamis (22/2/2018). Pemerintah memperkirakan total investasi infrastruktur yang dibutuhkan sejak tahun 2014-2019 sebesar 450 miliar dollar AS. Untuk mengambil sebagian besar proyek tersebut, Xavier bilang BUMN harus meminjam untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. Sementara, proyek tersebut sering tertunda atau membutuhkan waktu untuk menghasilkan pendapatan.

Menurut saya kegiatan infrastruktur sagat diperlukan masyarakat dan sangat berguna dalam masyarakat. Infrastrur apalagi yang kita ketahui Bapak Presiden kita jokowi sangat mensetujui adanya proyek infrasutruktur. Dibangunnya infrastruktur berguna untuk masalah keadilan seluruh rakyat indonesia terutama untuk warga daerah Papua sangat membutuhkan bantuan infrastruktur. Tetapi karena kita negara berkembang terutama dan dizaman sekarang itu terjadinya globalisasi maka kegiatan infrastruktur akan malah menjebak negara kita dengan keadaan hutang dimana-mana. Meskipun kita ketahui kegiatan tersebut juga memiliki dana dari kenaikan pajak tapi itu semua tidak bisa menutupi penurunan neraca keuangan.

Sebaiknya Pemerintah harus tanggap dengan hal ini karena dengan melemahnya penurunan  neraca keuangan kita, itu akan menambahkan hutang untuk kita entah didalam negeri atau luar negeri. Dan seharusnya pemerintah juga jangan mengambil tindakan langsung jor-joran karena ini akan berakibat kepada kita sendiri akan merugikan bangsa kita karena mau tidak mau . dan biasanya pemungutan dana masyarakat diambil dari alih-alih kenaikan Pajak atau sebagainya. Dan dikhawatirkan ketika hutang untuk kepentingan infrastruktur membludak yang menjadi ancaman itu Perusahaan BUMN misalkan takut bangkrut dan kontruksi tidak akan bekerja lagi.

Menurut saya pemerintah lebih bisa memilah-milah untuk pembanguan infrastruktur, karena yang kita ketahui untuk membangun infrastruktur itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan pemerintah harus bertanggung jawab atas hutang tersebut dan jangan angkat tangan saja karena sangat merugikan perusahaan BUMN. Dan pemerintah harus lebih mementingkan pembangunan tersebut didaerah-daerah terpencil yang lebih membutuhkan bantuan pembangunan atau dana untuk kemajuan masyarakat Indonesia itu sendiri.

REFERENSI :
 

Pemerintah Tak Khawatirkan Membengkaknya Utang BUMN



Lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) menyoroti memburuknya neraca keuangan perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) infrastruktur. Sorotan tersebut dilakukan karena utang dari perusahaan BUMN itu membengkak lantaran pemerintah jor-joran membangun infrastruktur. (Baca: S&P Soroti Naiknya Rasio Utang BUMN) Mengutip Kontan.co.id, Jumat (23/3/2018), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan tak mempermasalahkan hal ini. Menurut Darmin, melemahnya neraca keuangan tersebut merupakan indikator produktivitas BUMN tersebut karena banyaknya proyek yang dikerjakan. "Tentu dalam prosesnya ada saja BUMN yang kesulitan, (cash) mismatch, dan macam-macam, tetapi itu bukan problem karena tidak ada kerjaan maka tidak ada duit. Kalau muncul persoalan seperti itu, namanya problem of growth," ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (23/3/2018). Darmin menyatakan, alih-alih khawatir dengan utang BUMN, yang seharusnya dikhawatirkan adalah jika BUMN konstruksi itu tidak memiliki pekerjaan. "Itu problem yang muncul karena banyak kerjaan, yang dikhawatirkan adalah kalau problem muncul karena tidak ada pekerjaan," kata Darmin. Sebelumnya, analis S&P Xavier Jean mencatat, utang dari empat perusahaan konstruksi besar milik negara melonjak 57 persen menjadi Rp 156,2 triliun (setara 11,3 miliar dollar AS) tahun lalu. Ini menjadi alarm pinjaman yang berlebihan untuk mendanai infrastruktur. Rasio utang pada pada 20 BUMN konstruksi telah meningkat 5 kali terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA). Angka ini melonjak dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya 1 kali terhadap EBITDA. "Ini adalah tren yang kami lihat secara serius, karena kami pikir itu akan bertahan, dan akan difokuskan pada 2018 dan menjelang pemilihan 2019," kata Xavier saat memaparkan presentasinya dalam web broadcast Asia-Pacific Sector Insights: A Look Into The Corporate & Infrastructure Sector For Indonesia, Kamis (22/2/2018). Pemerintah memperkirakan total investasi infrastruktur yang dibutuhkan sejak tahun 2014-2019 sebesar 450 miliar dollar AS. Untuk mengambil sebagian besar proyek tersebut, Xavier bilang BUMN harus meminjam untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. Sementara, proyek tersebut sering tertunda atau membutuhkan waktu untuk menghasilkan pendapatan.


Menurut saya kegiatan infrastruktur sagat diperlukan masyarakat dan sangat berguna dalam masyarakat. Infrastrur apalagi yang kita ketahui Bapak Presiden kita jokowi sangat mensetujui adanya proyek infrasutruktur. Dibangunnya infrastruktur berguna untuk masalah keadilan seluruh rakyat indonesia terutama untuk warga daerah Papua sangat membutuhkan bantuan infrastruktur. Tetapi karena kita negara berkembang terutama dan dizaman sekarang itu terjadinya globalisasi maka kegiatan infrastruktur akan malah menjebak negara kita dengan keadaan hutang dimana-mana. Meskipun kita ketahui kegiatan tersebut juga memiliki dana dari kenaikan pajak tapi itu semua tidak bisa menutupi penurunan neraca keuangan.

Sebaiknya Pemerintah harus tanggap dengan hal ini karena dengan melemahnya penurunan  neraca keuangan kita, itu akan menambahkan hutang untuk kita entah didalam negeri atau luar negeri. Dan seharusnya pemerintah juga jangan mengambil tindakan langsung jor-joran karena ini akan berakibat kepada kita sendiri akan merugikan bangsa kita karena mau tidak mau . dan biasanya pemungutan dana masyarakat diambil dari alih-alih kenaikan Pajak atau sebagainya. Dan dikhawatirkan ketika hutang untuk kepentingan infrastruktur membludak yang menjadi ancaman itu Perusahaan BUMN misalkan takut bangkrut dan kontruksi tidak akan bekerja lagi.

Menurut saya pemerintah lebih bisa memilah-milah untuk pembanguan infrastruktur, karena yang kita ketahui untuk membangun infrastruktur itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan pemerintah harus bertanggung jawab atas hutang tersebut dan jangan angkat tangan saja karena sangat merugikan perusahaan BUMN. Dan pemerintah harus lebih mementingkan pembangunan tersebut didaerah-daerah terpencil yang lebih membutuhkan bantuan pembangunan atau dana untuk kemajuan masyarakat Indonesia itu sendiri.

REFERENSI :